Kepadatan penduduk adalah jumlah rata-rata penduduk yang mendiami suatu wilayah administrative atau politis tertentu, biasanya dinyatakan dalam jiwa/Km2. Menurut Sundtrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (dalam Wrghtsman & Deaux,1981), atau sejumlah individu yang berada disuatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFarling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
Kepadatan memperlihatkan banyak hal yang negative. Seperti ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darh, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu. Kepadatan juga menyebabkan agresifitas pada anak-anak dan dewasa atau menjadi sangat menurun bila kepadatan tinggi sekali. Jika kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-menolong sesame anggota kelompok. Selain itu kepadatan juga mengakibatkan penurunan ketekunan pada pekerja yang menuntut hasil kerja yang kompleks.
Berdasarkan penelitian Bell (dalam Setiadi, 1991) dampak negative dari kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negative pada kepadatan tinggi bila dibandingkan wanita. Pria bereaksi lebih agresif terhadap anggota kelompok, terhadap kepadatan rendah maupun tinggi. Wanita lebih menyukai anggota kepadatan yang tinggi.
Kategori kepadatan
menurut Altman (1975) kepadatan berhubungan dengan tingkah laku social. Variasi indicator kepadatan itu meliputi:
∆ Jumlah individu dalam sebuah kota,
∆ Jumlah individu pada daerah sensus,
∆ Jumlah individu pada unit tempat tinggal,
∆ Jumlah ruangan pada unit tempat tinggal,
∆ Jumlah bangunan pada lingkungan sekitar.
Holahan (1982) menggolongkan kepadatan kedalam dua kategori, yaitu:
• kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang
• kepadatan social (social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
• Kepadatan dalam (inside density) yaitu jumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan didalam rumah,kamar;
• Kepadatan luar (outside desity) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap stuktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang tinggi atau kepadatan rendah.
Zlutnick dan Altman (dalam Altman,1975; Holahan,1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman,yaitu ;
• Lingkungan pinggiran kota, ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah
• Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah
• Lingkungan mewah perkotaan, kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luarnya tinggi
• Perkampungan kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam tinggi.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
· Kepadatan dalam (inside density) yaitu jumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan didalam rumah,kamar;
· Kepadatan luar (outside desity) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap stuktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang tinggi atau kepadatan rendah.
Zlutnick dan Altman (dalam Altman,1975; Holahan,1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman,yaitu ;
Ω Lingkungan pinggiran kota, ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah
Ω Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah
Ω Lingkungan mewah perkotaan, kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luarnya tinggi
Ω Perkampungan kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam tinggi.

Taylor (dalam Gifford,1982) mengatakan bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap perilaku dan keadaan internal seseorang di suatu tempat tinggal. Maka individu yang bermukim dipemukiman dengan kepadatan berbeda mungkin akan menunjukan sikap dan perilaku yang beebeda pula.
Akibat kepadatan tinggi
Taylor (dalam Guilfford,1982) lingkungan sekitar merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal, serta rumah dan lingkungan pemukiman yang nyaman yang member kepuasan pada psikis individu yang tinggal ditempat tersebut.
Ashorr (dalam Ittelson) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana .
Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Para mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama yang padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.
Penelitian Karlin dkk (Sears,1994) membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya kekecewaan, stress dan prestasi belajarnya menurun yang lebih besar dari pada mahasiswa yang tinggal berdua.
Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.

Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung,tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara social yaitu meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).
Akibat psikis lain antara lain:
∆ Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain,1987) dan perubahan suasana hati (Holahan,1982).
∆ Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang ma berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).
∆ Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 19840.
∆ Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)
∆ Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982)

Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal dikawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.

Dapat kita lihat pada kepadatan dikota Depok, Adanya tekanan yang sangat berat terhadap kondisi geomorfologi dan lingkungan hidup Kota Depok saat ini, akibat pertumbuhan penduduk, yang mana pada tahun 2011 kepadatan penduduk Kota Depok akan mencapai 7.887 orang per kilometer persegi, sedangkan pada tahun 2005 tingkat kepadatan penduduknya baru 6.696 orang per kilometer persegi. Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah penduduk Kota Depok dari tahun 2005 sebanyak 1.374.000 orang menjadi 1.667.000 orang pada tahun 2011.
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah Dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan, 2008
| Kecamatan | Jumlah Penduduk | Luas Wilayah (Km2) | Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2) | 010 | Sawangan | 169,727 | 45.69 | 3,714.75 | 020 | Pancoran Mas | 275,103 | 29.83 | 9,222.36 | 030 | Sukmajaya | 350,331 | 34.13 | 10,264.61 | 040 | Cimanggi | 412,388 | 53.54 | 7,702.43 | 050 | Beji | 143,190 | 14.30 | 10,013.29 | 060 | Limo | 152,190 | 22.80 | 6,707.81 | Kota Depok | 1,503,677 | 200,29 | 7,507.50 | Catatan: Berdasarkan Sensus Penduduk 2000 SUMBER: Proyeksi Penduduk BPS Kota Depok  | | |
Berikut adalah keadaan pemukiman penduduk di kecamatan Pancoran Mas, tempat ini dikenal dengan kampung Belimbing sawah. Daerah ini dapat dikatakan padat karena rumah-rumah yang berada ditempat ini sangat berdekatan satu sama lainnya. Disetiap gang, terdapat rumah-rumah yang berdekatan dan didominasi dengan rumah kontrakan yang biasanya di tempati oleh pendatang yang berprofesi sebagai pedagang kecil sampai buruh cuci.






Kesesakan (Crowding)
Menurut Altman kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Pengertian crowding dengan kepadatan memiliki hubungan erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan keseskan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan,1982).
Baum dan Paulus (1987) menerangkan proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat factor:
§ Karakteristik setting fisik
§ Karakteristik setting social
§ Karakteristik personal
§ Kemampuan beradaptasi

Menurut Morris kesesakan sebagai deficit suatu ruangan, maka dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian rumah, ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya kekurangan ruang. Dalam suatu hunian, kepadatan ruang harus diperhitungkan dengan mebel dan peralatan yang diperlukan untuk suatu aktivitas.

Bersar kecilnya rumah menentukan besarnya ratio antara penghuni dan tempat (space) yang tersedia. Makin besar rumah dan makin sedikit penghuninya, maka akan semakin besar ratio tersebut. Sebaliknya makin kecil rumah dan makin banyak penghuninya, maka akan semakin kecil ratio tersebut, sehingga akan timbul perasaan sesak (Ancok,1989).
Stokols (dalam Altman,1975) membedakan antara :
a. Kesesakan bukan social (nonsocial crowding) yaitu dimana factor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit,
b. Kesesakan social (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak.
c. Kesesakan molar (molar crowding) perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota
d. Kesesakan molekuler (molekuler crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.

Rapoport (dalam Stokols dan Altman,1987) mengatakan kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia. Batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.
Teori kesesakan
Teori beban stimulus
Kesesakan akan terjadi bila stimulus yang diterima individu terlalu banyak (melebihi kapasitas kognitifnya) sehingga timbul kegagalan dalam memproses sistim atau info dari lingkungan.
Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan social.
Berlebihnya informasi dapat terjadi karena beberapa factor :
a. Kondisi kungkungan fisik yang tidak menyenangkan
b.Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat
c. Suatu percakapan untuk tidak dikehendaki
d. Terlalu banyak mitra interaksi
e. Interaksi yang terlalu dirasa terlalu dalam atau terlalu lama.

Teori Ekologi
Micklin (dalam Holahan,1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia :
• Teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbale balik antara orang dengan lingkungannya
• Unti analisisnya adalah kelompok social dan bukan individu, dan organisasi social memegang peranan sangat penting.
• Menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan social.

Teori kendala perilaku
Suatu situasi akan dianggap sesak bila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengan membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat. Pendekatan ini didasari oleh teori reaktansi psikologis (psychological reactace) dari Brehm (dalam Schmidt dan Keating, 1979) yang menekankan kebebasan memilih sebagai factor pendorong penting dalam persepsi dan perilaku manusia.

Menurut Proshansky, dkk (1976) pengaruh psikologis dari kesesakan yang utama adalah kebebasan memilih individu dalam situasi sesak. Kesesakan terjadi bila kehadiran orang lain dalam suatu seting membatasi kebebasan individu dalam mencapai tujuannya.
Menurut Ancok, perasaan sesak di dalam rumah, dapat menimbulkan masalah :
• Menurunnya frekuensi hubungan sex
• Memburuknya interaksi suami istri
• Memburuknya cara pengasuhan anak
• Memburuknya hubngan dengan orang-orang diluar rumah
• Meningkatnya ketegangan dan gangguan jiwa.
Asumsi konsekuensi negative dari kesesakan :
• Model beban stimulus
• Model kendala perilaku
• Model ekologi
• Model atribusi
• Model arousal
Menurut Brigham, akibat negative dari kesesakan pada perilaku manusia yaitu :
• Pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekankan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain.
• Keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggu kebebasan memilih
• Control pribadi yang kurang
• Stimulus yang berlebih.
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. http://www.depok.go.id/v3/index.php?option=com_content&task=view&id=309
Diposting oleh
fe..
di
15.26